Jumat, 16 Maret 2012

Kasus sengketa merek Waroeng Podjok Vs Warung Pojok

Beberapa tahun belakangan, seringkali kita membaca dan melihat di media tentang sengketa Hak Kekayaan Intelektual (HKI) termasuk merek (trademark), yang tidak hanya sebatas pada perusahaan dalam negeri saja tetapi juga seringkali melibatkan perusahaan asing.
Bisa jadi sengketa merek muncul lantaran beberapa hal, antara lain karena pengusaha tidak segera mendaftarkan mereknya sehingga dimanfaatkan pihak lain, kelalaian Ditjen HKI karena tanpa sengaja mensahkan suatu pendaftaran merek yang mempunyai kemiripan dengan merek terdaftar lain, ataupun sengketa yang disebabkan adanya pihak beritikad tidak baik yang dengan sengaja mendaftarkan merek-merek terkenal/menguntungkan, untuk tujuan mendompleng kepopuleran ataupun mencari kompensasi uang/ganti rugi di kemudian hari.
Sebenarnya pengusaha-pengusaha di Indonesia sudah semakin sadar akan pentingnya mendaftarkan merek atau hak ciptanya pada Ditjen HKI. Tapi tidak jarang pendaftar dikejutkan penolakan pendaftaran dengan alasan sudah ada pihak lain yang mendahului pendaftaran mereknya. Walaupun secara umum pendaftar pertama akan mendapatkan perlindungan hukum, namun itikad baik dalam suatu pendaftaran merek merupakan syarat yang harus dibuktikan pemenuhannya. Ujung-ujungnya, proses pengadilanlah yang menjadi penentu siapa yang sebenarnya berhak menggunakan merek tersebut.
Merek sejatinya bukanlah sekadar ciri pembeda antara produk satu dengan yang lain. Bagi pengusaha, merek merupakan aset yang sangat bernilai karena merupakan ikon kesuksesan sejalan usahanya yang dibangun dengan segala keuletan termasuk biaya promosi.
Bambang Pram Said dari firma hukum Said, Sudiro & Partners, mengatakan bahwa kasus sengketa merek seringkali terjadi disebabkan adanya pihak tertentu yang mengambil kesempatan untuk mencari kompensasi/uang ganti rugi dikemudian hari, dengan cara mendaftarkan merek-merek yang sudah dikenal umum masyarakat. Dengan mengetahui adanya merek yang sudah dikenal umum dan menghasilkan keuntungan, tetapi pemiliknya belum mendaftarkan mereknya di Ditjen HKI, pihak beritikad tidak baik segera mendahului mendaftarkan merek tersebut, walaupun saat itu tidak ada kepentingannya dengan merek itu. Kemudian hari pihak pendaftar dengan itikad tidak baik itu menyalahgunakan hak perlindungan merek yang diberikan Undang-Undang untuk melakukan manuver tertentu sehingga pemilik asli/ pengguna pertama merek itu terpaksa membayar kompensasi/ganti rugi kepada si pendaftar beritikad tidak baik itu. Padahal dalam UU Merek No 15 tahun 2001 (UU Merek) pasal 4 telah diatur bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.

Tanggapan
Dari uraian yang ada diatas dapat di katakana memang banyak muncul sengketa tentang kekayaan intelektual yang terjadi di dunia, masalh ini disebabkan oleh ketidaksadaran masyarakat untuk segera mendaftarkan penguasaan hak merek sehingga untuk mendongkrak suatu usaha pengusaha biasanya memakai nama merek yang sudah besar atau terkenal sehingga hasil penjulana atau usaha yang di rintis dapat lebih terkenal atau banyak mendapat keuntungan yang besar.
Untuk mengatasi masalah seperti ini maka perlu kesadaran pengusaha untuk segera mendaftarkan hak merek yang ia punya, supaya kekayaan intelektual yang dia miliki tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain.