Rabu, 30 November 2011

Belum Ada Aturan Batas-batas Wilayah Indonesia

Belum Ada Aturan Batas Wilayah Indonesia
Bagaimana mau memperhatikan warga Indonesia di perbatasan, bila batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga saja belum jelas.

Belum adanya aturan batas wilayah Indonesia diperbatasan warga Indonesia terlantar. Foto: SGP
Warga perbatasan di Desa Mungguk Gelombang, Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat meradang. Mereka merasa tak diperhatikan lagi oleh pemerintah pusat. Pembangunan timpang. Dipimpin kepala desanya, para warga bahkan mengancam akan mengibarkan Bendera Malaysia sebagai wujud kekecewaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ketua Komite I DPD Dani Anwar menilai selama ini pemerintah memang kurang memperhatikan warga di perbatasan. Tak hanya nasib para warga, batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga pun tak jelas. “Sampai sekarang kita tak tahu batas negara kita dimana,” ujarnya dalam diskusi di Gedung DPD, Jumat (5/8).

Dani mengatakan UUD 1945 memang mengamanatkan bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai batas wilayah negara diatur oleh undang-undang. Namun, sayangnya, undang-undang yang mengatur batas wilayah tidak mencantumkan peta batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga.

Karenanya, Dani berharap wacana amandemen UUD 1945 juga harus dimanfaatkan untuk memperjelas batas wilayah Indonesia. “Saya mengusulkan agar peta batas wilayah dicantumkan ke dalam konstitusi,” ujar Anggota DPD dari daerah pemilihan DKI Jakarta ini.

Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Sutrisno mengatakan saat ini batas wilayah diatur dalam UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Ia mengakui aturan ini belum lengkap mengatur batas wilayah negara Indonesia. “Undang-undang itu baru mengatur wilayah. Batasnya belum secara tegas diatur,” ujarnya.

Sutrisno mengakui aturan yang tegas mengenai batas memang sangat dibutuhkan. Ia mencontohkan layaknya sertifikat tanah, Indonesia juga harus mencantumkan batas-batas wilayahnya. “Kami sependapat agar bisa menjadi pedoman,” ujarnya sambil menuturkan pihak pemerintah terus melakukan perundingan dengan Malaysia membicarakan masalah perbatasan.

Pendekatan Kesejahteraan
Dani menuturkan penegasan batas wilayah hanya satu dari sekian banyak masalah di perbatasan. Masalah lain yang juga harus dipikirkan oleh pemerintah adalah kesejahteraan warga perbatasan. Ia mengatakan ada kesalahan pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat selama ini kepara para warga tersebut.

“Pola pendekatan harus diubah oleh pemerintah pusat. Jangan lagi selalu menggunakan security approach (pendekatan keamanan), tapi harus menggunakan prosperity approach (pendekatan kesejahteraan),” ujarnya.

Dani meminta pemerintah pusat juga pro aktif memperhatikan para warga perbatasan itu. Selama ini, pemerintah hanya bertindak bila daerah sudah berteriak. Contohnya, Nangroe Aceh Darussalam dan Papua yang diberikan otonomi khusus setelah berteriak ingin memerdekakan diri. “Pemerintah harus tanggap, jangan menunggu mereka teriak baru bertindak,” ujarnya.

Sutrisno mengatakan pemerintah berjanji akan memprioritaskan anggaran untuk daerah-daerah perbatasan. Ia mengakui masih minimnya sarana dan prasarana yang terdapat di daerah perbatasan, termasuk di Kabupaten Sintang. “Kami akan prioritaskan, tapi kami harus berkoordinasi dulu dengan Bappenas dan Kemenkeu,” pungkasnya.